CINTA,
bagiku adalah sesuatu yang menyelusup hangat saat kamu mengatakan mencintaiku...
CINTA,
adalah rasa cemburu yang menusuk saat melihat kamu dengan yang lain...
CINTA,
mengalir bersama air mata ketika aku begitu takut kehilanganmu...
dan CINTA,
adalah sesuatu yang selalu aku hindari, namun datang jua bersamaan dengan kehadiranmu...
Cinta mungkin tak selalu terasa indah bagiku, namun tetap memberi warna hidupku
Minggu, 05 September 2010
Selasa, 17 Agustus 2010
INDONESIA - sebuah doa, sebuah renungan
Hari ini, tepat 65 tahun kemerdekaan RI
Waktu yang terlalu lama bagi sebuah bangsa untuk sekedar "mendewasakan" diri
Malahan harusnya bangsa itu telah mempunyai kepribadian dan jati diri?!
"bunga mawar tidak mempropagandakan harumnya, namun dg sendirinya harumnya akan tercium"
Begitu kata Ir. Soekarno
Tapi sayang, kita tak pernah benar2 mempedulikan "bunga mawar" yang kita miliki
Kita terlalu larut dalam era globalisasi, terlalu sibuk mencontoh gaya hidup bangsa lain...sehingga tanpa sadar identitas bangsa yang pernah diperjuangkan pasca kemerdekaan dulu pun kian luntur....
"Bangsa yang besar adalah Bangsa yang menghargai para pahlawannya"
Lagi, kata Ir. Soekarno
Kawan, tak tahukah kalau negara2 lain bgtu takut bila Indonesia meng-embargo diri sendiri? Karena kita mempunyai semua yang dibutuhkan bumi ini..
Indonesia adalah bangsa yang besar, adalah bangsa yang kaya! Namun sayang, terpuruk!
Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena tidak mengindahkan kata2 Ir. Soekarno itu..
Kalimat tersebut terpampang cantik di tugu pahlawan, surabaya, yang nampak kurang terurus... Nampak lengang tanpa pengunjung
Ironis bila dibandingkan dg mall2 besar penuh investasi liberal
Hari ini, pada sebuah momentum peringatan kemerdekaan, marilah kita berhenti saling menuding, berhenti saling curiga, berhenti saling menyalahkan...
Bukankah dulu para pejuang tdk mempedulikan perbedaan?
Mulai hari ini, jasa pahlawan janganlah lagi sekedar dikenang tapi juga diteladani
Mulai hari ini, marilah kita berdoa agar bangsa Indonesia yang kaya ini bisa mempunyai pemimpin yang "melek" mata dan hatinya untuk kemajuan bersama
Dan agar baik rakyat dan pemimpinnya bisa menyamakan persepsi untuk negeri ini..
Sebuah doa untuk INDONESIA-ku
Waktu yang terlalu lama bagi sebuah bangsa untuk sekedar "mendewasakan" diri
Malahan harusnya bangsa itu telah mempunyai kepribadian dan jati diri?!
"bunga mawar tidak mempropagandakan harumnya, namun dg sendirinya harumnya akan tercium"
Begitu kata Ir. Soekarno
Tapi sayang, kita tak pernah benar2 mempedulikan "bunga mawar" yang kita miliki
Kita terlalu larut dalam era globalisasi, terlalu sibuk mencontoh gaya hidup bangsa lain...sehingga tanpa sadar identitas bangsa yang pernah diperjuangkan pasca kemerdekaan dulu pun kian luntur....
"Bangsa yang besar adalah Bangsa yang menghargai para pahlawannya"
Lagi, kata Ir. Soekarno
Kawan, tak tahukah kalau negara2 lain bgtu takut bila Indonesia meng-embargo diri sendiri? Karena kita mempunyai semua yang dibutuhkan bumi ini..
Indonesia adalah bangsa yang besar, adalah bangsa yang kaya! Namun sayang, terpuruk!
Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena tidak mengindahkan kata2 Ir. Soekarno itu..
Kalimat tersebut terpampang cantik di tugu pahlawan, surabaya, yang nampak kurang terurus... Nampak lengang tanpa pengunjung
Ironis bila dibandingkan dg mall2 besar penuh investasi liberal
Hari ini, pada sebuah momentum peringatan kemerdekaan, marilah kita berhenti saling menuding, berhenti saling curiga, berhenti saling menyalahkan...
Bukankah dulu para pejuang tdk mempedulikan perbedaan?
Mulai hari ini, jasa pahlawan janganlah lagi sekedar dikenang tapi juga diteladani
Mulai hari ini, marilah kita berdoa agar bangsa Indonesia yang kaya ini bisa mempunyai pemimpin yang "melek" mata dan hatinya untuk kemajuan bersama
Dan agar baik rakyat dan pemimpinnya bisa menyamakan persepsi untuk negeri ini..
Sebuah doa untuk INDONESIA-ku
Kamis, 05 Agustus 2010
unsent words...
Dear you,
Tahukah kamu apa yang telah diperbuat waktu padaku?
Ia mempertemukan aku denganmu...
Ia mendekatkan aku padamu...
atau kamu padaku?
Entahlah...
Ada saat dimana kamu merasa mencintaiku, ada saat dimana aku merasa mencintaimu...
Namun, kita tak pernah bisa satu
Apa ini salah satu trik sang waktu?
Entahlah aku tak yakin...
Aku tahu ada cinta di hatimu,
dan kau pun tahu apa yang kurasakan...
Tidak, sang waktu tidak mempermainkan kita...
Mungkin ini bagian dari Takdir...
Bertemu denganmu,
Belajar mencintaimu,
Mencoba jadi seorang yg lebih baik untukmu,
Itu semua indah...
Namun, kini aku harus melepasmu
Melepas rasa di hatiku untukmu...
Terima kasih, karena pernah mencintaiku
I love you, my beautiful nightmare...
Tahukah kamu apa yang telah diperbuat waktu padaku?
Ia mempertemukan aku denganmu...
Ia mendekatkan aku padamu...
atau kamu padaku?
Entahlah...
Ada saat dimana kamu merasa mencintaiku, ada saat dimana aku merasa mencintaimu...
Namun, kita tak pernah bisa satu
Apa ini salah satu trik sang waktu?
Entahlah aku tak yakin...
Aku tahu ada cinta di hatimu,
dan kau pun tahu apa yang kurasakan...
Tidak, sang waktu tidak mempermainkan kita...
Mungkin ini bagian dari Takdir...
Bertemu denganmu,
Belajar mencintaimu,
Mencoba jadi seorang yg lebih baik untukmu,
Itu semua indah...
Namun, kini aku harus melepasmu
Melepas rasa di hatiku untukmu...
Terima kasih, karena pernah mencintaiku
I love you, my beautiful nightmare...
Kamis, 22 Juli 2010
hanya jika kau mengerti
Bintang mungkin bisa menjadi petunjuk arah
Namun aku terasing disini
Dengan embun yang kemudian menguap payah
Menyisakan bising mengisi nurani
Rembulan bisa tampak sedang tersenyum
Namun aku hampa memandang
Semua mengharap aku maklum
Berdoa smoga ceria kembali berdendang
Merasa bodoh ketika aku memikirkanmu
Merasa hampa saat tahu akan kehilanganmu
Mungkin ini bagian dari rencanaNya
Atau hanya aku yang salah berbelok
Namun, walau memberi luka
Kau tetap tampak elok...
-hanya jika kau mengerti-
Namun aku terasing disini
Dengan embun yang kemudian menguap payah
Menyisakan bising mengisi nurani
Rembulan bisa tampak sedang tersenyum
Namun aku hampa memandang
Semua mengharap aku maklum
Berdoa smoga ceria kembali berdendang
Merasa bodoh ketika aku memikirkanmu
Merasa hampa saat tahu akan kehilanganmu
Mungkin ini bagian dari rencanaNya
Atau hanya aku yang salah berbelok
Namun, walau memberi luka
Kau tetap tampak elok...
-hanya jika kau mengerti-
Rabu, 03 Februari 2010
belum ada judul nih
“Ngiung… Ngiung….”
Bunyi sirine itu terus terdengar memecah malam diluar sana. Belum lagi pendar-pendar sinar merah –biru itu yang terus menyala bergantian menembus jendela rumah besar ini. Semua itu benar-benar membuat kepalaku berputar cepat, membuatku teramat pening.
“Ma, Roma….” Panggilan itu begitu lirih, hampir terdengar seperti desahan. Namun cukup kuat untuk menarikku kembali pada kenyataan, kembali pada situasi yang terjadi di hadapanku.
“Gimana nih?”
Aku menatap gadisku itu, yang untuk pertama kalinya menatapku nanar penuh ketakutan, lalu ganti menatap tubuh bersimbah darah yang tergeletak di lantai.
Tubuhku sendiri terasa begitu lembab karena keringat dan darah yang membasahi hampir seluruh tubuhku. Belum lagi bau anyirnya yang terasa begitu menyesakkan, membuatku tertekan hingga tidak bias berpikir jernih.
“Sial! Ini belum pernah terjadi sebelumnya!!” aku mengumpat kesal.
“Kita harus pergi Roma…”
Bias kurasakan tangannya bergetar saat ia menyentuh lenganku.
“Enggak, kita gak punya kesempatan untuk pergi.” Otakku terasa berdenyut karena kupaksa berpikir keras “Tapi kamu bisa pergi May!”
“Apa?”
“Kamu harus pergi sekarang, sayang!”
“Enggak! Aku gak mau pergi kalau gak sama kamu!”
“Kamu harus pergi Maya!”
“Enggak!” walau bergetar, dapat kurasakan tekanan pada suaranya.
“Sial! Berhentilah berdebat sekarang dan turutilah aku kali ini!”
Diluar, selain suara sirine yang terus berdengung, mulai terdengar suara sang komandan polisi yang mengancam agar aku segera keluar.
“Tempat ini sudah terkepung!! Keluarlah dengan tangan terangkat…”
“Pergilah lewat pintu belakang, ada sebuah jalan kecil yang langsung menuju parit besar pembuangan limbah rumah ini. Susuri bagian dalam parit itu, kamu akan sampai ke jalan dekat pasar!”
Aku menekankan setiap kalimatnya, agar ia dapat mengingatnya dengan jelas.
“Tapi kita kan bias pergi bersama?!”
Aku menggeleng keras, dan itu membuat kepalaku bertambah sakit.
“Aku akan keluar, menyerahkan diri supaya kamu bisa pergi. Mereka gak akan curiga, akan kualihkan perhatiannya….” Aku sendiri tak tahu apa yang kubicarakan.
“Tapi Roma…”
“Kumohon, pergilah sayang!”
“Ta, tapi….”
“Cepat!”
*** ***
“Yo’i, Roma! My man!!” Aris, sohibku nge-gembel di jalanan menyapaku antusias.
“Oii Ris, ada kabar apa nih?”
Akuj menggeser dudukku, memberikan tempat untuknya agar bisa duduk bergabung bersama teman-temanku yang lainnya. Namun, rupanya angin malam terasa begitu dingin sampai membuatku tak ingin sedikitpun melepaskan pelukan tanganku yang melekat erat pada tubuh Maya, kekasihku. Padahal sebelah tanganku sibuk menggengam kartu-kartu yang tengah kupertaruhkan.
Jam-jam selepas isya begini, memang paling asyik nongkrong bareng teman-teman diatas dipan sambil main judi, apalagi kalau ditemani kekasih hati pembawa keberuntungan seperti Maya.
“Oi, ikutan gak lo?” Tanya Ombeng, temanku yang lain sambil melemparkan selembar kartu.
“Kagak ah, gak hoki gw judi gaplek begituan!” jawabnya sambil dengan seenaknya mengambil sebatang rokok kretek milikku yang tergeletak di dipan dan menghirupnya nikmat. Tentu saja, karena telah kuselipkan sedikit ganja di dalamnya.
“Terus lo hoki-nye maen apaan?” Tanya Ombeng lagi.
“Poker!”
“Anjrit, belagu lo! Gembel sial kayak lo aje, sok-sokan maen poker! Gaye lu selangit!” semburnya, yang cuma dibalas cengiran konyol dari Aris.
“Eh, ada yang mau gw omongin nih!” bisik Aris sambil menyikutku. “Biasa!”
Aku yang langsung mengerti maksudnya, menyudahi permainanku.
“Bro, gue udahan dulu dah! Ada urusan mendesak lain neh!” aku pamit undur diri.
Kulepaskan pelukanku pada tubuh Maya, mencium sekilas keningnya dan beranjak mengikuti Aris yang melangkah duluan di depanku.
“Apaan Ris?”
“Gue dapet target operasi baru neh, men!”
“Weits, oke gak?”
“Oke banget! Dah gue selidikin dah pokoknya!”
“Gimana? Gimana?” tanyaku antusias.
Lalu Aris menceritakan tentang rencananya yang biasa padaku, sebuah rencana perampokan lagi.
Aris memang lebih dari sekedar teman nongkrong dan bermain judi bagiku, ia adalah sohib kepercayaanku, dan juga rekan sejawatku dalam karir merampok. Sudah beberapa tahun ini kami telah berhasil melakukan banyak aksi perampokan, dan sejauh ini selalu berjalan lancar. Harus kuakui untuk seorang anak jalanan tak berpendidikan, otakna sangat lihai dan cerdas. Sebagian besar rencana selalu merupakan buah pemikirannya. Padahal aku adalah seorang tamatan SMA, seorang yang seharusnya beberapa tingkat lebih cerdas darinya. Tapi memang pekerjaan ini tidak menuntut riwayat pendidikan dalam syarat suksesnya, namun lebih kepada pengalaman dan nalar yang cepat tanggap.
Kembali soal rencana perampoka kami, rupanya ia telah mengawasi sebuah rumah gedong milik seorang mantan pejabat kota ini.
Adalah bapak Ramdan Warisman, mantan gubernur kota ini, sudah pasti seorang konglomerat. Aris bercerita tentang situasi yang telah ia awasi selama ini. Tentang sang konglomerat yang kini tinggal sendirian Karena sang isteri harus dirawat di sebuah rumah sakit di Singapura, dan tentang anak2nya yang tak lagi tinggal serumah, dan tentang ajudan-ajudannya yang tidak menginap.
Dapat kubayangkan betapa mudahnya pekerjaan ini.
“Jadi, okeh nih ye bro?” Tanya Aris sambil mengisap kembali rokok ganjanya.
“Yo’i…. gampang kayaknya Bro!!”
Pembicaraan pun telah mencapai sepakat. Aku bersiul, kembali ke mejaku, mendadak tak lagi tertarik pada judi bernilai ribu-ribuan itu.
*** ***
Bunyi sirine itu terus terdengar memecah malam diluar sana. Belum lagi pendar-pendar sinar merah –biru itu yang terus menyala bergantian menembus jendela rumah besar ini. Semua itu benar-benar membuat kepalaku berputar cepat, membuatku teramat pening.
“Ma, Roma….” Panggilan itu begitu lirih, hampir terdengar seperti desahan. Namun cukup kuat untuk menarikku kembali pada kenyataan, kembali pada situasi yang terjadi di hadapanku.
“Gimana nih?”
Aku menatap gadisku itu, yang untuk pertama kalinya menatapku nanar penuh ketakutan, lalu ganti menatap tubuh bersimbah darah yang tergeletak di lantai.
Tubuhku sendiri terasa begitu lembab karena keringat dan darah yang membasahi hampir seluruh tubuhku. Belum lagi bau anyirnya yang terasa begitu menyesakkan, membuatku tertekan hingga tidak bias berpikir jernih.
“Sial! Ini belum pernah terjadi sebelumnya!!” aku mengumpat kesal.
“Kita harus pergi Roma…”
Bias kurasakan tangannya bergetar saat ia menyentuh lenganku.
“Enggak, kita gak punya kesempatan untuk pergi.” Otakku terasa berdenyut karena kupaksa berpikir keras “Tapi kamu bisa pergi May!”
“Apa?”
“Kamu harus pergi sekarang, sayang!”
“Enggak! Aku gak mau pergi kalau gak sama kamu!”
“Kamu harus pergi Maya!”
“Enggak!” walau bergetar, dapat kurasakan tekanan pada suaranya.
“Sial! Berhentilah berdebat sekarang dan turutilah aku kali ini!”
Diluar, selain suara sirine yang terus berdengung, mulai terdengar suara sang komandan polisi yang mengancam agar aku segera keluar.
“Tempat ini sudah terkepung!! Keluarlah dengan tangan terangkat…”
“Pergilah lewat pintu belakang, ada sebuah jalan kecil yang langsung menuju parit besar pembuangan limbah rumah ini. Susuri bagian dalam parit itu, kamu akan sampai ke jalan dekat pasar!”
Aku menekankan setiap kalimatnya, agar ia dapat mengingatnya dengan jelas.
“Tapi kita kan bias pergi bersama?!”
Aku menggeleng keras, dan itu membuat kepalaku bertambah sakit.
“Aku akan keluar, menyerahkan diri supaya kamu bisa pergi. Mereka gak akan curiga, akan kualihkan perhatiannya….” Aku sendiri tak tahu apa yang kubicarakan.
“Tapi Roma…”
“Kumohon, pergilah sayang!”
“Ta, tapi….”
“Cepat!”
*** ***
“Yo’i, Roma! My man!!” Aris, sohibku nge-gembel di jalanan menyapaku antusias.
“Oii Ris, ada kabar apa nih?”
Akuj menggeser dudukku, memberikan tempat untuknya agar bisa duduk bergabung bersama teman-temanku yang lainnya. Namun, rupanya angin malam terasa begitu dingin sampai membuatku tak ingin sedikitpun melepaskan pelukan tanganku yang melekat erat pada tubuh Maya, kekasihku. Padahal sebelah tanganku sibuk menggengam kartu-kartu yang tengah kupertaruhkan.
Jam-jam selepas isya begini, memang paling asyik nongkrong bareng teman-teman diatas dipan sambil main judi, apalagi kalau ditemani kekasih hati pembawa keberuntungan seperti Maya.
“Oi, ikutan gak lo?” Tanya Ombeng, temanku yang lain sambil melemparkan selembar kartu.
“Kagak ah, gak hoki gw judi gaplek begituan!” jawabnya sambil dengan seenaknya mengambil sebatang rokok kretek milikku yang tergeletak di dipan dan menghirupnya nikmat. Tentu saja, karena telah kuselipkan sedikit ganja di dalamnya.
“Terus lo hoki-nye maen apaan?” Tanya Ombeng lagi.
“Poker!”
“Anjrit, belagu lo! Gembel sial kayak lo aje, sok-sokan maen poker! Gaye lu selangit!” semburnya, yang cuma dibalas cengiran konyol dari Aris.
“Eh, ada yang mau gw omongin nih!” bisik Aris sambil menyikutku. “Biasa!”
Aku yang langsung mengerti maksudnya, menyudahi permainanku.
“Bro, gue udahan dulu dah! Ada urusan mendesak lain neh!” aku pamit undur diri.
Kulepaskan pelukanku pada tubuh Maya, mencium sekilas keningnya dan beranjak mengikuti Aris yang melangkah duluan di depanku.
“Apaan Ris?”
“Gue dapet target operasi baru neh, men!”
“Weits, oke gak?”
“Oke banget! Dah gue selidikin dah pokoknya!”
“Gimana? Gimana?” tanyaku antusias.
Lalu Aris menceritakan tentang rencananya yang biasa padaku, sebuah rencana perampokan lagi.
Aris memang lebih dari sekedar teman nongkrong dan bermain judi bagiku, ia adalah sohib kepercayaanku, dan juga rekan sejawatku dalam karir merampok. Sudah beberapa tahun ini kami telah berhasil melakukan banyak aksi perampokan, dan sejauh ini selalu berjalan lancar. Harus kuakui untuk seorang anak jalanan tak berpendidikan, otakna sangat lihai dan cerdas. Sebagian besar rencana selalu merupakan buah pemikirannya. Padahal aku adalah seorang tamatan SMA, seorang yang seharusnya beberapa tingkat lebih cerdas darinya. Tapi memang pekerjaan ini tidak menuntut riwayat pendidikan dalam syarat suksesnya, namun lebih kepada pengalaman dan nalar yang cepat tanggap.
Kembali soal rencana perampoka kami, rupanya ia telah mengawasi sebuah rumah gedong milik seorang mantan pejabat kota ini.
Adalah bapak Ramdan Warisman, mantan gubernur kota ini, sudah pasti seorang konglomerat. Aris bercerita tentang situasi yang telah ia awasi selama ini. Tentang sang konglomerat yang kini tinggal sendirian Karena sang isteri harus dirawat di sebuah rumah sakit di Singapura, dan tentang anak2nya yang tak lagi tinggal serumah, dan tentang ajudan-ajudannya yang tidak menginap.
Dapat kubayangkan betapa mudahnya pekerjaan ini.
“Jadi, okeh nih ye bro?” Tanya Aris sambil mengisap kembali rokok ganjanya.
“Yo’i…. gampang kayaknya Bro!!”
Pembicaraan pun telah mencapai sepakat. Aku bersiul, kembali ke mejaku, mendadak tak lagi tertarik pada judi bernilai ribu-ribuan itu.
*** ***
stupid poem
I was sitting alone at the corner
Thinking bout all my untrusted of Love
And then you came
You said love is beautiful
And I started to believe it
But, it was just a fake
Your hand was never really for me
Though I was trying to welcome it
Now, I'm all alone again
Not just thinking bout my untrusted of love
But also cursed on my own stupidity that I naively believe it
And what is left for me now
Is just pieces of my broken heart
And I can see it clearly
Behind these hazel eyes....
Thinking bout all my untrusted of Love
And then you came
You said love is beautiful
And I started to believe it
But, it was just a fake
Your hand was never really for me
Though I was trying to welcome it
Now, I'm all alone again
Not just thinking bout my untrusted of love
But also cursed on my own stupidity that I naively believe it
And what is left for me now
Is just pieces of my broken heart
And I can see it clearly
Behind these hazel eyes....
is it you
I'm here alone, surrounded by the dark
But, sometimes I see some light....
And faces come and go
But, it wasn't you.... It's never you
I got lost, don't you see?!
Sometimes I feel tired of seeking you
So I decided just to wait,
But you haven't come yet....
Well, it's not your fault afterall, or mine.... It's just the faith
I know you're seeking me too...
Now, I'm here...
Feel tired to move on this time
So please give me a sign,
If it is you....
But, sometimes I see some light....
And faces come and go
But, it wasn't you.... It's never you
I got lost, don't you see?!
Sometimes I feel tired of seeking you
So I decided just to wait,
But you haven't come yet....
Well, it's not your fault afterall, or mine.... It's just the faith
I know you're seeking me too...
Now, I'm here...
Feel tired to move on this time
So please give me a sign,
If it is you....
Langganan:
Postingan (Atom)